www.pusatkabar.id – Pemerintah Tiongkok baru-baru ini mengumumkan rencana untuk memberikan bantuan finansial tahunan sebesar 3.600 yuan, atau setara dengan sekitar Rp8,2 juta, kepada setiap anak di bawah usia tiga tahun. Langkah ini diambil sebagai respon terhadap krisis demografi yang semakin memburuk, di mana populasi negara ini mengalami penurunan konsisten selama tiga tahun terakhir.
Tiongkok, meskipun masih merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia setelah India, kini menghadapi tantangan serius. Penurunan tingkat kelahiran telah menjadi isu utama, dan kebijakan baru ini diyakini diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut dan mendorong orang tua untuk berencana memiliki lebih banyak anak.
Data mencolok menunjukkan bahwa pada tahun 2024, hanya ada 9,54 juta kelahiran, angka yang mencapai penurunan hampir 50% dibandingkan tahun 2016. Hal ini terjadi pasca pencabutan kebijakan satu anak, yang telah berlangsung dari 1980 hingga 2015, yang sebelumnya membatasi jumlah anak yang boleh dimiliki oleh setiap pasangan.
Selain berkurangnya kelahiran, terdapat juga penurunan signifikan dalam jumlah pasangan yang memilih untuk menikah. Kenaikan biaya hidup serta fokus yang lebih besar terhadap karier pribadi membuat banyak generasi muda menunda pernikahan dan keputusan untuk memiliki anak.
Pembangunan Keluarga: Tanggapan dari Berbagai Provinsi di Tiongkok
Di tengah situasi krisis ini, beberapa provinsi di Tiongkok mulai merespons dengan mengambil inisiatif untuk memberikan berbagai bentuk bantuan kepada keluarga. Menurut laporan dari Komisi Kesehatan Nasional, lebih dari 20 pemerintah provinsi telah melaksanakan skema tunjangan untuk anak, sebagai upaya meningkatkan angka kelahiran.
Contohnya, kota Hohhot di wilayah Mongolia Dalam telah mengimplementasikan insentif untuk keluarga dengan tiga anak atau lebih. Lewat kebijakan ini, mereka berhak menerima tunjangan maksimum sebesar 100.000 yuan, atau sekitar Rp22,8 juta, sebagai dorongan untuk memiliki lebih banyak anak.
Di provinsi Liaoning, kota Shenyang juga menyusul dengan memberikan tunjangan sebesar 500 yuan per bulan untuk keluarga yang memiliki anak ketiga, hingga anak merayakan ulang tahun ketiga mereka. Kebijakan serupa juga terlihat di berbagai daerah lainnya, dengan tujuan yang sama yaitu menambah jumlah kelahiran.
Provinsi Sichuan mengusulkan kebijakan yang mendorong perpanjangan waktu cuti bagi pasangan yang baru menikah. Rencana ini mencakup peningkatan durasi cuti pernikahan dari 5 hari menjadi 25 hari, serta pemerlongan cuti melahirkan dari 60 hari menjadi 150 hari, semuanya demi menciptakan lingkungan yang lebih mendukung keluarga.
Analisis Ekonomi: Mampu Mengubah Dinamika atau Cukup Sinyal Positif?
Meskipun langkah-langkah yang diambil pemerintah Tiongkok ini dianggap positif, banyak pengamat ekonomi berpendapat bahwa nilai tunjangan tersebut mungkin tidak cukup untuk mengubah dinamika demografi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Mengenai hal ini, beberapa ekonom menggarisbawahi perlunya lebih dari sekedar bantuan finansial.
Zhiwei Zhang, seorang ekonom terkemuka dari sebuah lembaga analisis, menyatakan bahwa langkah ini menunjukkan pemahaman pemerintah terhadap masalah jangka panjang yang ditimbulkan oleh rendahnya angka kelahiran. Namun, ia juga menambahkan bahwa diperlukan lebih banyak tindakan riset dan kebijakan komprehensif untuk benar-benar mengatasi isu ini.
Menurut Zichun Huang dari Capital Economics, meskipun kebijakan ini dapat dianggap sebagai sinyal positif, jumlah bantuan yang diberikan terlalu kecil untuk menimbulkan dampak signifikan dalam jangka pendek. Aspek psikologis dan sosial juga perlu dipertimbangkan dalam upaya meningkatkan angka kelahiran di masyarakat.
Sejumlah warga pun memiliki tanggapan yang bervariasi mengenai kebijakan ini. Misalnya, seorang ibu muda di Beijing, Wang Xue, menyatakan bahwa tunjangan ini mungkin akan membujuk pasangan yang baru menikah untuk memikirkan kembali, menimbang untuk memiliki anak kedua. Namun, ia juga menggarisbawahi bahwa biaya tambahan yang akan muncul dari memiliki anak kedua dapat menjadi sumber tekanan finansial tambahan.
“Memiliki satu anak masih dalam batas kemampuan saya. Namun, dengan dua anak, saya merasakan tekanan yang lebih besar terhadap keuangan saya,” jelasnya dengan penuh harapan akan perencanaan yang lebih baik untuk masa depan keluarganya.
Menghadapi Tantangan Demografi: Solusi untuk Masa Depan
Kebijakan yang diperkenalkan oleh pemerintah Tiongkok menunjukkan bahwa mereka sadar akan tantangan demografi yang mengancam pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial. Tetapi, untuk meraih hasil yang optimal, dibutuhkan lebih dari sekedar dukungan finansial.
Pemerintah perlu mempertimbangkan pelaksanaan program-program pendidikan dan peningkatan kesadaran mengenai pentingnya memiliki anak di kalangan generasi muda. Memperbaiki akses ke layanan kesehatan dan fasilitas pendidikan yang lebih berkualitas juga menjadi hal yang sangat diperlukan untuk mendukung keluarga muda dalam merencanakan kehadiran anak.
Selain itu, perlunya pendekatan yang komprehensif dalam memudahkan pernikahan dan kehidupan membesarkan anak menjadi sangat penting. Kebijakan yang memberikan kesetaraan gender yang lebih baik dalam dunia kerja dan dukungan bagi orang tua yang bekerja juga perlu dikaji lebih dalam.
Dengan berbagai inisiatif yang dikeluarkan, harapannya adalah untuk memperbaiki iklim sosial dan ekonomi di Tiongkok. Agar langkah-langkah ini mampu memberikan dampak signifikan, kolaborasi antar sektor pemerintah dan masyarakat juga harus diperkuat, untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pengembangan keluarga.
Di masa depan, pencapaian populasi yang seimbang dan berkelanjutan sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi dan sosial Tiongkok. Melalui strategi yang lebih holistik, diharapkan Tiongkok dapat menemukan jalan keluar dari tantangan demografi yang ada saat ini.