www.pusatkabar.id –
Mata uang rupiah saat ini menghadapi tantangan berat akibat penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Rencana untuk mengumumkan keadaan darurat nasional terkait tarif impor yang lebih tinggi telah menjadi salah satu faktor yang memicu kondisi ini.
Penguatan dolar AS terbukti dalam pergerakan indeks dolar (DXY) yang mencapai level 109,0, sebuah kenaikan dari posisi sebelumnya di 108,63. Apa yang sebenarnya terjadi? Menurut Ariston Tjendra, seorang pengamat pasar uang, keinginan Presiden Terpilih untuk membuat perubahan besar dalam kebijakan tarif impor telah menyebabkan lonjakan ini. “Langkah ini tidak hanya berpengaruh pada nilai tukar, tapi memberikan sinyal terkait kebijakan ekonomi AS yang lebih luas,” ucapnya pada Kamis, 9 Januari 2025.
Faktor Penyebab Penguatan Dolar AS
Adanya faktor politik dan kejadian ekonomi lainnya yang membentuk fondasi penguatan dolar AS. Data ekonomi AS menunjukkan performa yang menjanjikan, menjadi sinyal positif bagi pelaku pasar. Misalnya, klaim tunjangan pengangguran mingguan menurun dari 211 ribu menjadi 201 ribu, suatu perubahan yang mengindikasikan bahwa ekonomi AS masih kuat. Ini tentu menguntungkan bagi nilai tukar dolar.
Menarik untuk melihat bagaimana optimisme ini bisa menular ke pasar lain, termasuk pasar Indonesia. Mengingat ketidakpastian sering kali mempengaruhi psikologi pasar, saat ini, ada banyak perhatian terhadap dampak dari kebijakan baru ini. Pertanyaan yang muncul adalah, seberapa jauh pengaruh ini dapat berlanjut? Data dari Ariston menunjukkan bahwa rupiah mungkin akan bergerak di sekitar Rp16.250 per dolar AS, dengan potensi support di Rp16.150.
Dampak Ekonomi Global dari Kebijakan Impor
Rencana kebijakan yang akan diambil oleh Presiden Terpilih AS tidak hanya mempengaruhi nilai tukar tetapi juga akan membawa konsekuensi lebih besar bagi ekonomi global. Kebijakan proteksionis dapat meningkatkan ketidakpastian pada pasar internasional, dan dampak ini dapat melebar, mengubah arus perdagangan dan investasi di seluruh dunia.
Pada saat bersamaan, para pelaku pasar di dalam dan luar negeri harus bersikap waspada terhadap dinamika yang sedang terjadi. Ada kebutuhan mendesak untuk melakukan langkah antisipatif agar dampak negatif dapat diminimalisir. Pemerintah dan institusi keuangan di dalam negeri diharapkan dapat merespons langkah-langkah ini dengan kebijakan yang dapat menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan.