www.pusatkabar.id – Presiden Prancis, Emmanuel Macron, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan keras terkait video yang dirilis oleh Hamas, menunjukkan dua sandera asal Israel dalam keadaan memprihatinkan. Video tersebut menampilkan kondisi fisik mereka yang sangat lemah, mencerminkan kekejaman dan ketidakmanusiawian yang menjadi ciri khas tindakan Hamas.
Kedua sandera tersebut, Rom Braslavski dan Evyatar David, sudah ditahan sejak serangan brutal yang dilancarkan Hamas terhadap wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023. Dalam video, terlihat bahwa mereka sangat kurus, menciptakan kekhawatiran mendalam tidak hanya di Prancis tetapi juga di seluruh dunia.
Macron menegaskan bahwa tindakan yang ditunjukkan dalam video itu mencerminkan dosa besar kemanusiaan. Dalam pernyataannya di platform X, ia menyebutkan bahwa “kekejaman yang keji dan ketidakmanusiawian itulah yang diwakili oleh Hamas,” menunjukkan solidaritas kepada para sandera dan menyerukan pembebasan mereka sebagai prioritas utama Prancis.
Salah satu video yang dirilis menunjukkan David, seorang pria berusia 24 tahun, tampak menggali sebuah lubang yang ia sebut sebagai liang kubur untuk dirinya sendiri. Video ini mendapat kecaman global yang meluas. Sementara itu, Braslavski, yang merupakan warga negara ganda Jerman-Israel dan berusia 21 tahun, juga terlihat dalam kondisi yang sangat menyedihkan.
Meskipun Macron mengecam keras tindakan Hamas, ia juga menegaskan pentingnya pembentukan negara Palestina. Ia menyatakan bahwa Prancis akan mengakui negara tersebut pada September 2025, dengan syarat bahwa Hamas tidak akan menjadi bagian dari pemerintahan di Gaza setelah konflik ini berakhir.
Prioritas Prancis dalam Pembebasan Sandera
Macron menyatakan bahwa pembebasan para sandera di Gaza harus menjadi fokus utama, dan Prancis akan melakukan segala usaha untuk memastikan keselamatan mereka. Dukungan terhadap inisiatif diplomatik diperlukan untuk mengakhiri pertempuran dan mengirimkan bantuan kemanusiaan yang mendesak kepada mereka yang terjebak dalam konflik ini.
Dalam pernyataannya, Macron menekankan bahwa demiliterisasi total terhadap Hamas adalah langkah yang sangat krusial. Ia berfokus pada perlunya pengucilan Hamas dari segala bentuk pemerintahan yang ada setelah konflik selesai, serta pentingnya pengakuan Israel oleh negara Palestina yang akan dibentuk.
Menurut Macron, kesepakatan ini harus dijadikan landasan untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan dan stabil di wilayah tersebut. Tanpa langkah-langkah tegas ini, harapan untuk menciptakan negara Palestina yang berdaulat dan aman akan sulit tercapai.
Reaksi Komunitas Internasional Terhadap Video Sandera
Video yang dirilis oleh Hamas tersebut telah memicu reaksi dari banyak tokoh dan pejabat internasional. Kaja Kallas, seorang pejabat tinggi kebijakan luar negeri Uni Eropa, mengungkapkan bahwa video itu mewakili bukti nyata kejahatan yang dilakukan oleh Hamas dan mendesak agar kelompok tersebut segera menyerahkan senjata.
Menteri Luar Negeri Ukraina, Andriy Sybiga, juga turut mengecam perlakuan terhadap para sandera. Ia menekankan bahwa warga Gaza tidak seharusnya terus menderita akibat tindakan kriminal Hamas yang disebabkan oleh konflik ini.
Di platform X, Sybiga menulis, “Hamas harus meletakkan senjata dan segera membebaskan semua sandera.” Pernyataan ini menggambarkan keprihatinan luas di kalangan komunitas internasional mengenai situasi yang tengah berlangsung di Gaza.
Statistik Jumlah Sandera dan Korban dalam Konflik
Mengacu pada data militer Israel, terdapat laporan bahwa dari 251 orang yang diculik selama serangan Oktober 2023, mayoritas sudah dibebaskan melalui berbagai mekanisme, termasuk pertukaran tahanan. Namun, hingga saat ini, masih ada 49 orang yang diyakini masih disandera, dengan 27 diantaranya dipastikan telah meninggal dunia.
Konflik ini juga membawa dampak tragis lainnya dengan menyebabkan angka kematian yang sangat tinggi. Menurut data yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Gaza, serangan Israel di Jalur Gaza telah menyebabkan lebih dari 60.430 kematian, sebagian besar merupakan warga sipil yang tidak terlibat dalam konflik.
Angka-angka ini mencerminkan betapa parahnya situasi kemanusiaan yang terjadi, dan para pemimpin dunia dikecam untuk tidak hanya mengutuk kekejaman, tetapi juga untuk mencari solusi konkret yang dapat menghentikan siklus kekerasan yang terus berulang. PBB menganggap angka ini sebagai valid, menambah beban moral bagi komunitas internasional untuk bertindak lebih tegas.